18.11.08

18.11.2008 BacK to Nature~

Saat aku sampai ke tempat tujuan, Gunung Puntang di Ciwidey, suasananya sangat tenang dan mendamaikan, tidak seperti di kota, yang penuh kebisingan dan polusi. Udara yang segar terhirup dan menyegarkan diriku, meskipun dinginnya malam menusukku. Lalu kami semua (peserta Geladi Diri Natural) melakukan doa alam. Kami semua duduk di lapangan terbuka, dengan langit sebagai atapnya dan tanah sebagai alasnya. Kami semua memejamkan mata. Saat memejamkan mata, aku menenangkan diriku. Melebur, bersatu dengan alam. Angin yang menerpa pipiku, udara dingin yang kuhirup, semua bersatu dan kurasakan. suara gemericik air sungai di kejauhan, binatang-binatang di hutan, tanah, pepohonan yang bergoyang karena angin, semua terdengar di telingaku. Aku merasakan sebuah dunia yang berbeda, di mana diriku hanya sebuah eksistensi yang kecil dibandingkan jagat raya ini. Aku merasa diriku bersatu dengan alam, dan BERSYUKUR karena Tuhan telah sangat baik dan luar biasa! Dia telah menyediakan alam ini untuk tempatku tinggal. Dia telah memberiku kesempatan untuk menghirup udara, menikmati segarnya air, menyediakan semua yang kita butuhkan dengan CUMA-CUMA! Lalu kubuka mataku dan memandang langit. Bintang-bintang terlihat, meskipun sedikit samar. Aku pun baru menyadari bahwa ALAM INI LUAR BIASA INDAHNYA. Aku pun diam untuk menikmati ketenangan dan kedamaian ini, karena ini adalah kesempatan yang langka, yang sangat jarang kudapatkan, dan mungkin tidak pernah akan kudapatkan lagi.

Keesokan harinya, kami pergi hiking ke hutan dengan panduan pita berwarna dan singgah di masing-masing pos. Di pos pertama, kelompokku menanam pohon. Aku jadi tahu cara menanam pohon, juga ciri-ciri pohon mangga dan sebagainya. Lalu aku sadar, selama ini pemerintah sering melakukan program menanam pohon dan digembar-gemborkan, tapi perawatannya? Kan percuma kalau cuma ditanam lalu dibiarkan begitu saja, hanya beberapa pohon saja yang bertahan hidup dan tumbuh, sementara sisanya mati dan terbengkalai. Lalu kami pergi menelusuri sungai, yang kondisinya SANGAT JAUH BERBEDA dari sungai-sungai yang ada di kota. Sungai di sini sangat jernih, mengalir deras, tidak seperti di kota yang kotor, penuh sampah, keruh, bahkan seringkali meluap karena tidak dapat mengalir ke laut karena tersumbat sampah. Di sini aku pun berusaha untuk mempercayai teman-teman yang lain, yang baru saja kutemui di Geladi ini. Sepanjang perjalanan menelusuri sungai dari hulu ke hilir, kami saling membantu yang lain untuk maju dan menjaga mereka agar tidak tergelincir. Kami juga mengumpulkan sampah-sampah yang ada agar tidak merusak pemandangan yang indah ini. Ini pertama kalinya aku menyusuri sungai, yang biasanya hanya bisa kubayangkan saat membaca novel atau cerita. Suara air mengalir, pemandangan sepanjang perjalanan, teman-teman yang saling mendukung, merupakan sebuah pengalaman yang sangat menyenangkan dan tak akan terlupakan bagiku. Bahkan kelompokku sempat makan siang bersama di tepi sungai. duduk di bebatuan menikmati bekal makan siang yang telah dibawa sambil menikmati keindahan alam ini, rasanya luar biasa menyenangkan!

Setelah menelusuri sungai, kami pergi mendaki bukit. Di sinilah kekompakan kami diuji. dengan tanah yang licin dan tanah yang curam, kami dituntut untuk saling membantu satu sama lain. Saat ini pula toleransi kami ditunjukkan. Mulai dari menunggu mereka yang hendak buang air kecil, menahan teman yang terjatuh sampai diri sendiri yang menjadi korban, memberi kesempatan untuk diam dan menunggu mereka yang kelelahan, dan sebagainya. Lumpur, keringat, tawa, takut, semuanya menjadi satu. Arti teman pun terasa semakin berarti, dan kita benar-benar tidak dapat bertahan jika hanya seorang diri. Teman, mereka sangat berarti bagi kita.

Di pos ketiga, kami diijinkan untuk menikmati air dari mata air di Gunung Puntang ini. Airnya sangat bersih dan jernih. Saat aku mencoba untuk meminumnya, rasanya sangat segar. Padahal saat aku minum air ledeng yang belum dimasak, biasanya aku sakit perut. Tapi saat aku meminum air gunung ini, aku malah merasakan kesegaran, melepaskan dahaga dan mengurangi kelelahan yang dirasakan selama perjalanan yang telah ditempuh ini. Air, yang selama ini mungkin kita sia-siakan dan memboroskannya, saat itu sangat terasa manfaatnya. Entah bagaimana jadinya jika air tidak ada.

Di pos keempat, kami diajak untuk bermeditasi di tengah hutan, seperti saat doa alam. Kami diajak untuk mengingat kembali perjalanan yang telah kami tempuh, apa saja yang terjadi, dan perasaan apa saja yang telah dirasakan. Kami dihimbau untuk membuang dan meninggalkan semua perasaan yang tidak diperlukan, semua perasaan negatif di tempat itu, di tengah hutan ini. Karena perasaan seperti itu hanya akan memberatkan langkah kita ke depan. Dengan membuang semua perasaan-perasaan seperti itu, langkahku menjadi lebih ringan. Yang tadinya ragu, takut, khawatir, kini lenyap dan berganti menjadi keberanian dan kepercayaan. Percaya pada diri sendiri, percaya pada orang lain, percaya pada Tuhan.

Hujan mulai turun, suara petir mulai mengancam. Kami pun segera memakai ponco, dan bergerak menuju pos ke lima. Medan yang dilalui semakin berat. Tanah semakin licin. Di saat seperti ini kebersamaan kami semakin diuji. Berjalan pelan-pelan, saling berpegangan tangan agar tak terjatuh atau tergelincir, mengingatkan teman agar berhati-hati menginjak tanah yang itu, dan sebagainya. Saat sampai ke pos ke lima, hujan sudah sedemikian derasnya. Di pos ke lima kami diberi informasi yang amat penting tentang berbagai tumbuhan di hutan yang beracun dan tidak beracun, bagaimana cara mengetahuinya, dan informasi-informasi lainnya. Kami bahkan mencoba tumbuhan yang dapat dimakan dan yang beracun itu (untung tumbuhan beracunnya tidak mengakibatkan efek yang berbahaya, hanya gatal dan pegal pada daerah sekitar mulut). Alam dapat menjadi penolong bagi kita, tapi juga dapat menjadi pembawa petaka bila kita tidak berhati-hati dan berlaku semena-mena padanya.

Setelah selesai, kami menuju ke pos 6 yang seharusnya merupakan pos Flying Fox. Tapi karena kondisi yang tidak memungkinkan (hujan yang amat deras), akhirnya kami tidak memainkannya. Kami pun langsung menuju finish bersama-sama di tengah guyuran hujan yang amat deras.

Malam harinya, saat acara api unggun, kami semua menyalakan lilin dari sumber yang sama, dari 1 lilin ke lilin yang lain. Bagiku, itu adalah lambang bahwa kita harus menyebarkan api semangat dari diri kita pada orang lain. Tentu saja, semangat untuk menjaga dan memelihara alam ini. Mungkin api yang kita miliki kecil, seperti api lilin, tak terlalu terang. Namun, jika kita menyebarkannya ke orang lain, terang dari api-api yang kecil itu akan menghalau kegelapan di dunia ini.

Hari terakhir, kami membuat sebuah maket kompleks yang peduli lingkungan. Lalu kami melihat-lihat dan menilai maket milik kelompok lain. Aku belajar, kalau kita harus memperhatikan aspek peduli alam pada daerah tempat tinggal kita, seperti apa ada daerah resapan air, TPA, dan sebagainya. Jangan cuma melihat kenyamanan yang ditawarkan, karena hal itu hanya akan membawa akibat buruk bagi kita nantinya. Ingatlah bahwa: tingkat kenyamanan selalu berbanding terbalik dengan tingkat keamanan.

Saat makan siang, kami makan seperti di kuil-kuil di India. Daun pisang ditaruh memanjang di tanah seperti rantai. Lalu nasi, sayur, tahu tempe, ikan asin, sambal, semuanya ditaruh di atasnya. Jadi seperti acara makan berjamaah. Di sini aku belajar untuk bertoleransi pada orang lain(alias ga rakus!). Mengambil makanan secukupnya, sesuai dengan yang kita butuhkan. Aku belajar untuk lebih menghormati dan menghargai hak orang lain, yang juga memiliki hak yang sama denganku.

Akhirnya, kami semua kembali ke Bandung. Banyak yang mengeluhkan keadaan selama di sana. Namun bagiku, perjalanan selama 3 hari 2 malam ini adalah sebuah pengalaman yang luar biasa dan sangat berguna, karena diriku semakin berkembang selama perjalanan itu.

Terima kasih angin, terima kasih udara, terima kasih air, terima kasih tanah, terima kasih matahari, terima kasih alam, atas semua yang telah kalian berikan dengan cuma-cuma untuk kami, manusia dan makhluk hidup lainnya. Dan yang terutama, terima kasih Tuhan, karena Kau telah menyediakan semua yang kami butuhkan untuk hidup. Kami akan berusaha untuk menjaga pemberianMu ini.

Terima kasih.


NOTE : ini tugas Etika saia. . .jd jgn diprotes ya =p

^^~

-EveLy-

1 komentar:

Anonim mengatakan...

*speechless*
Pertamanya, keliatan berlebihan, hiperbola.
tapi, setelah didalami (cie amad gw ngomong?) rasanya kok..

Nyata banget?
srsly, rasanya u bisa ngebawa gw seolah masuk ke dunia itu... (di cerita u yang dulu juga.. rasanya sama.)

ndak tau apa karena *pernah* ada something special diantara kita, entah karena imajinasi gw yang "cukup" untuk memvisualisasikan yang u ceritain, ato emang "skill" dan cara bercerita u yang seperti ini yang bisa bawa gw "hanyut"?...

halah...
kok jadi mau nangis..